Wednesday, November 21, 2012

ANGKUTAN KOTA: Organda desak retribusi uji KIR tidak dikenakan

JAKARTA- Organisasi Penguasaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan atau Organda menuntut pemerintah untuk berpihak kepada angkutan massal dan tidak memberlakukan peraturan daerah yang memberatkan seperti Perda DKI Jakarta No.3/2012.
Dalam Perda DKI Jakarta No.3/2012 tentang Retribusi Daerah ini yang dipersoalkan Organda adalah diberlakukannya retribusi pengujian kendaraan bermotor serta kenaikan tarif retribusi terminal. Perda ini mulai berlaku sejak 1 Oktober 2012.
Ketua Umum Organisasi Penguasaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Eka Sari Lorena mengatakan di negara-negara lain tidak dikenakan biaya pengujian kendaraan bermotor atau dikenal dengan KIR.
"Retribusi naik juga tidak disertai peningkatan layanan di lapangan kepada operator, hanya biaya yang dikenakan mereka yang dinaikkan. Kasihan rakyat, kasihan sopir-sopir angkot dan kasihan operator itu, pengusaha kecil," kata Eka Sari kepada Bisnis, Selasa (20/11/2012).
Compact__mg_9715 Dalam Perda DKI Jakarta No.3/2012 tentang Retribusi Daerah, bagian keenam bab Perhubungan Pasal 56 disebutkan ayat satu hingga tiga, bahwa atas pelayanan pengujian kendaraan bermotor 
pada bidang Perhubungan, dipungut retribusi dengan nama Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor. Objeknya adalah pengujian kendaraan bermotor. Juga dipungut tarif baru untuk Retribusi Terminal.
Sekjen Organda Andriansyah mengatakan retribusi pengujian KIR jangan diterapkan untuk kendaraan umum. "Dahulu sempat dihapus, kendaraan umum tidak dikenakan retribusi pengujian KIR. Namun dengan Perda No.3/2012 ini, mulai diberlakukan lagi," ucapnya.
Menurut Andriansyah, pada perda sebelumnya retribusi pengujian KIR tidak dikenakan sebagai insentif pemerintah karena tarif angkutan umum yang tidak naik. "Nah sekarang kok retribusi KIR diberlakukan, padahal tarif juga tidak naik sejak 2009. Ini akan memberatkan pengusaha angkutan umum yang merupakan pengusaha kecil," tuturnya.
Dia menambahkan untuk mengaspirasikan agar tidak diberlakukannya retribusi KIR ini, sekitar 2.000 sopir angkutan umum, yakni mikrolet dan metro mini dari DKI Jakarta mendatangi Gubernur DKI Joko Widodo. Diharapkan, dari pertemuan itu tidak diberlakukan retribusi KIR juga tarif terminal tidak dinaikkan.
"Soal tarif terminal ini, seharusnya tidak naik karena pelayanannya juga tidak ada peningkatan. Tarifnya naik hingga 100%. Mereka demo karena dinilai sosialisasinya juga kurang dari pemda untuk pemberlakukan perda baru ini," tuturnya.
Eka Sari mengatakan kalau mau ada perbaikan layanan angkutan umum kepada rakyat kelas ekonomi yang memang dibutuhkan, haruslah dibantu ada insentif. Perbaikan tidak hanya dari operator dan krunya, juga dari regulator juga harus sama-sama memiliki standar pelayanan minimum (SPM) dan sama-sama meningkatkan layanan kepada masyarakat serta ada keberpihakan dalam hal pengadaan kendaraan dan perizinan yang harus transparan. 
"Angkutan illegal harus ditangkap dan dihilangkan karena mereka mematikan dan tidak jelas operasionalnya, belum lagi uang muka pembelian motor yang 30% itu ternyata diakali lagi, bahwa hanya 10% dari yang dibeli dan 20% bisa pinjam," ucapnya. 
Bagi Eka, pihaknya bukan tidak setuju memproduksi motor banyak tetapi diatur agar tidak grid lock dan agar mobilitas untuk orang maupun barang yang sangat dibutuhkan oleh negara yang punya cita-cita pertumbuhan ekonomi 7%. "Ya harus kongrit pelaksanaannya karena kalau grid lock, wah, kacau balau semua," tuturnya.
Menurutnya, sudah saatnya kendaraan umum mendapat insentif dari pemerintah. Saat ini yang dapat insentif adalah kendaraan pribadi yang daya angkutnya lebih sedikit, padahal jumlah penduduk mencapai 240 jiwa, membutuhkan angkutan umum rakyat yang lebih banyak.
"Untuk mengurai kemacetan harus digunakan angkutan umum karena hampir tidak ada negara di dunia yang mampu membangun infrastruktur secepat kebutuhan mobilitas barang dan orang," tuturnya.
Eka mencontohkan uang muka untuk peremajaan angkutan kota malah lebih mahal daripada beli kendaraan pribadi, padahal di negara maju tidak ada hal seperti ini. (faa)

No comments:

Post a Comment