Wednesday, December 31, 2014

PEMIKIRAN AKHIR TAHUN




1.       Kenaikan BBM di Indonesia di lakukan pada saat harga Minyak per barrel terus turun dimana di APBN Harga BBM di hitung pada Harga Minyak Per Barel USD 105 per barrel dan sekarang harga Minyak Per Barrel berada dibawah angka USD 60
2.       Harga BBM Naik 25% utk Premium yang lebih dari 90% digunakan kendaraan pribadi
3.       Harga BBM Solar naik 39% yang 90% digunakan oleh Angkutan Umum Penumpang dan Angkutan Barang Logistics yang banyak mengangkut bahan makanan serta bahan-bahan pokok.
4.       Harga makanan/harga barang2 langsung melambung tinggi tidak terkontrol penyebab utama inflasi,
5.       Harga spare part angkutan umum 1 tahun terakhir naik rata-rata 15-30% dan dengan kenaikan BBM, naik lagi dengan rata-rata kenaikan tambahan 10-25% memberatkan dan tidak diantisipasi regulator akan hal ini, tidak seperti industry lain yang lebih terantisipasi oleh regulator akan dampak kenaikan BBM.
6.       Sekarang harga BBM hendak diturunkan dimana untuk solar hanya diturunkan Rp. 250,- dimana kenaikannya 39% dibandingkan Premium yang banyak digunakan mobil pribadi turunnya Rp. 900,-/liter dimana Premium kenaikannya hanya 25%.
7.       Apabila memang regulator berkomitmen untuk terjadinya Revitalisasi angkutan umum penumpang dan angkutan barang guna mengurai kemacetan serta menurunkan biaya logistik kita yang tinggi
8.       Penurunan harga BBM yang terbesar di arahkan kepada … yang banyak digunakan angkutan umum
9.       Penurunan harga BBM Rp. 250,- untuk solar tidak akan berdampak terutama prosentasenya sangat kecil dibandingkan Premium yang turun Rp. 900/liter dan
10.   Apakah harga-harga sparepart bisa diturunkan? Apalagi lebih dari 60% sparepart angkutan umum masih import dari luar negeri dan nilai tukar rupiah lemah terhadap mata uang Dollar.
.   Incentives fiscal sangat perlu terus didorong termasuk penurunan suku bunga untuk revitalisasi kendaraan angkutan umum seperti yang diberikan kepada Perumahan Rakyat. Transportasi Umum dan Perumahan Rakyat merupakan kebutuhan mendasar yang sangat dibutuhkan.
12.   Apabila ingin urai kemacetan yang semakin memburuk dan mahal bagi kehidupan masyarakat Indonesia perlu keberpihakan yang jelas mulai dari harga BBM yang mengedepankan angkutan umum penumpang dan barang, fiscal incentives dan transparansi serta kolaborasi nyata merangkul operator.

Kota-Kota di Indonesia Menuju atau Kian Menjauhi Kota Yang Berkelanjutan (Sustainable City) ?



Prof. Putu Alit S - Udayana


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik RI, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 104.118.969 unit yang didominasi oleh sepeda motor sebanyak 84.732.652 unit (atau 81,38%). Tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia selama kurun waktu 5 tahun terakhir sebesar 11% per tahun. Rasio kepemilikan kendaraan bermotor per rumah tangga di daerah perkotaan mencapai 1:4 (satu rumah tangga rata-rata memiliki empat kendaraan). Peningkatan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tentunya diikuti dengan peningkatan konsumsi energy beserta output negatifnya yaitu polusi.

Sebagaimana diberitakan dalam Tribunnews (13/9/2014) disebutkan bahwa menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Surono, ketergantungan energi fosil masih didominasi oleh kebutuhan minyak yang mencapai 41,8 persen, disusul batu bara 29 persen dan gas 23 persen. Kebutuhan yang sangat besar ini ternyata tidak bisa ditopang oleh cadangan energi di Indonesia yang kian menipis. Cadangan minyak misalnya, hanya cukup untuk 23 tahun lagi. Sementara cadangan gas masih cukup sampai 50 tahun ke depan dan batu bara cukup untuk 80 tahun mendatang.

Penggunaan energy kita cukup tinggi dan ratusan triliun dana menguap karena dipakai sebagai subsidi BBM. APBN-P 2014 menetapkan belanja subsidi BBM Rp 246,5triliun atau 13,13 persen dari total belanja Negara sebesar Rp 1.876,9 triliun.

Masyarakat perkotaan kian tergantung pada penggunaan kendaraan pribadi untuk mendukung mobilitasnya yang oleh Prof. Newman and Kenworthy, disebutkan sebagai kota yang menuju menjadi Automobile City. Pada kota seperti ini, penggunaan kendaraan bermotor tidak lagi merupakan “Pilihan” tetapi “Kebutuhan”.

Terjadi desentralisasi di wilayah perkotaan membentuk permukiman dengan kepadatan rendah di daerah pinggiran kota. Kota kian meluas dari Kota Kecil berkembang menjadi Kota Besar, lalu menjadi Kota Metropolitan dan seterusnya. Banyak kota tidak siap untuk berkembang dan proses aglomerasi terjadi secara alamiah dengan wilayah di sekitarnya, sehingga mulai terbentuk kota-kota Metropolitan baru. Sekat-sekat otonomi daerah membatasi perkembangan sarana dan prasarana transportasi. Setiap daerah lebih mementingkan tujuan ekonomi secara individual dan melupakan esensi dari konsep pembangunan berkelanjutan. Pembangunan di setiap daerah selalu diorientasikan untuk meningkatkan perekonomian secepatnya. Investasi secara membabibuta dilegalkan untuk atas nama peningkatan ekonomi masyarakat. Degradasi lingkungan dan sosial-budaya terjadi secara perlahan seiring dengan pesatnya peningkatan perekonomian. Daerah perkotaan berkembang secara alamiah dengan struktur kota yang dituju tidak jelas. Sarana dan prasarana transportasi dirancang dan dibangun sangat terbatas dan tidak mampu mengikuti perkembangan demand yang pesat.

Sebuah Kota Yang Berkelanjutan (Sustainable City) harus secara konstan dan konsisten menggabungkan rancangan fisik dan lingkungannya. Biaya lingkungan adalah real cost dimana degradasi lingkungan dalam bentuk penurunan kualitas udara, kualitas kehidupan kota, dan landscapenya akan menyebabkan suatu kota menjadi tempat yang tidak menarik untuk ditempati ataupun dikunjungi.

Sebenarnya kota-kota di dunia menyadari kebutuhan untuk mengikuti agenda-agenda pembangunan berkelanjutan. Siapakah yang akan melakukan pekerjaan untuk mencapai Kota Yang Berkelanjutan tersebut? Beberapa target indicator bagi Kota yang Berkelanjutan diantaranya: Penurunan penggunaan energi per kapita, penurunan total polusi udara per kapita (terutamagreen house gases), penurunan tingkat kebisingan lalulintas (jumlah rumah tangga yang terkena dampak), penurunan penggunaan air per kapita, peningkatan areal hijau, peningkatan jumlah lokasi zona yang terintegrasi dengan angkutan umum (transit-oriented location), penurunan penggunaan kendaraan bermotor per kapita, peningkatan penggunaan angkutan umum, pejalan kaki dan bersepeda, penurunan jumlah kecelakaan per 1000 penduduk, dan lainnya.

Menurut Prof Newman and Kenworthy, implementasi dari konsep Sustainability sebenarnya merupakan tugas yang menantang sekaligus juga mengkhawatirkan. Sebagai tugas yang menantang karena konsep tersebut memberikan kita tugas yang jelas bagaimana seharusnya kita mengelola kota kita. Sebagai tugas yang mengkhawatirkan karena terjadi atau tidaknya perubahan sangat tergantung pada kita sebagai generasi sekarang untuk mampu membalikkan kecenderungan kota untuk menuju kearah Kota yang Berkelanjutan (Sustainable City).

Success Story dari implementasi BRT di Bogota dan Curitiba tidak terlepas dari peranan pimpinan daerahnya. Seorang Pimpinan Daerah harus paham kondisi kotanya saat ini dan paham ke arah mana perubahan yang akan dilakukan. Kota baru dikatakan berubah ke arah yang lebih baik apabila dapat memenuhi kriteria indicator Kota yang Berkelanjutan, dimana untuk pembangunan di bidang transportasi mengikuti konsep Environmentally Sustainable Transportation (EST).Konsep EST telah lama diwacanakan yaitu antara lain pada Kyoto Protocol (United Nations, 1998). OECD (1996) bahkan telah menetapkan kriteria indicator pencapaian EST untuk target tahun 2030. Dalam Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK), disebutkan bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020. Khusus untuk sector transportasi, direncanakan akan mengurangi sebesar 0,038 Giga Ton emisi CO2.

Pembangunan transportasi di perkotaan ditandai dengan terjadinya desentralisasi yang diikuti kian tergantungnya pada penggunaan kendaraan bermotor, pembangunan jalan secara terus menerus, dan kian menurunnya penggunaan angkutan umum. Semua proses ini telah mengarahkan kota menuju ke kota yang tidak berkelanjutan (Un-Sustainabe City).

Sejak mulai ramai diwacanakan di tahun 1990-an, bila kita lihat perkembangan kota-kota di Indonesia secara umum, maka kita masih jauh dari pencapaian target-target EST. Kota-kota di Indonesia berkembang kearah sebaliknya yaitu Un-Sustainable City. Sebagai contoh sederhana adalah kian tingginya konsumsi energy kita akibat kian tingginya tingkat ketergantungan pada penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Kita juga tahu bahwa secara teoritis pengurangan konsumsi energy dapat dilakukan melalui demand management diantaranya dengan memindahkan sebagian pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Kita juga semua sudah tahu bahwa kondisi angkutan umum di perkotaan di Indonesia sejak tahun 2000-an sebagian besar dalam kondisi kian terpuruk. Yang kita belum rasakan adalah langkah nyata dari pemerintah untuk memperbaikinya sampai sekarang. Bahkan UU No. 22 Tahun 2009 pun telah menyiratkan bahwa pemerintah bertanggungjawab terhadap ketersediaan angkutan umum. Perhatian pemerintah sudah mulai ada, namun masih sangat kecil dirasakan terutama di daerah. Yang diperlukan adalah langkah cepat dan radikal (tentunya dengan konsekuensi kebutuhan anggaran yang besar) untuk melakukan perubahan.




Tuesday, December 16, 2014

Tip #2: `Power-full



Tip #2: `Power-full` - Checking tyre pressure regularly; a small action can have big effects
Action: · Check and adjust tyre pressure regularly according to load and speed
· Regularly check tyres for visible damage
· Keep spare tyre at the right pressure
Effect:
· Reduced costs and environmentally harmful emissions from lower fuel consumption
· Higher overall safety through greater driving stability
· Longer tyre durability


The importance of the correct tyre pressure is often underestimated. An under-inflated tyre is an unnecessary safety risk and dangerous under all circumstances. Under-inflated tyres:
· make the vehicle less stable and less precise in handling,
· are weaker and might disintegrate at high speed,
· may unseat from the rim, resulting in dramatic loss of control of the vehicle.
Under-inflated tyres also increase the rolling resistance, which leads to increased fuel consumption. Too little air in tyres means spending money for nothing. For example, just 0.3 bar below the optimum pressure increases the rolling resistance by up to 10% and thereby cause higher fuel consumption at same speed and distance driven.
A slight increase in tyre pressure (max. 0.2 bar) is possible if the users' manual says so. But safety first: Too much air is also dangerous, and may cause problems in handling because the tyre's contact with the road surface is reduced.
Spare tyres also need regular checking. The worst possible time to dsicover a flat spare tyre is when you actually need to use it!
Conclusion: Proper tyre inflation increases safety and fuel efficiency while decreasing greenhouse gas emissions. To ensure these positive effects, tyre pressure should be maintained regularly. Manufacturers give the recommended tyre pressure in the car user's manual, on the vehicle itself or on the inflation tables displayed by all automobile professionals. Individual recommended pressure is designed to provide the best balance between comfort, safety and economy.

Monday, December 15, 2014

Greener Driving Tips

Tip #1: `Mobility Mix` - Clever change of transport means
A smart mix of all transport modes (‘intermodality’) - motorised and non-motorised, public and private - is an essential step towards sustainable mobility.

Every mode of transport has its advantages and disadvantages. Using the whole spectrum of transport modes – motorised and non-motorised, public and private – in a smart way means choosing the most appropriate and efficient form of mobility within specific traffic situations and personal transport needs. A clever choice within a mobility mix benefits the individual and, at the same time, the environment.
It's not only smart, but also fun to combine various mobility options like car, motorbike, train, bus, tramway or one´s own power by cycling, kick-boarding, inline-skating or simply walking. Each individual using transport services acts as his or her own mobility manager. By picking the adequate mode of transport according to the length and direction of the trip, the time of the day, the people to be transported, etc., advantages of economical, social and environmental nature are generated.
A complete and clever mobility mix also includes ‘virtual mobility’, as the importance of travelling without physically moving is growing. Telecommunications and web-based technologies offer excellent options for professional and private use. Nowadays, sharing ideas and opinions in virtual meetings, exchanging e-mails, discussing in chat-rooms, holding video-conferences and forms of teleworking from home are state-of-the-art. Huge potentials - also for business - are obviously improving quality of life, saving precious time and increasing efficiency and productivity.
Looking at a growing transport sector, there are various challenges ahead like congestion, locally and globally relevant emissions and health and safety issues. Also for these reasons, ‘keep on moving’ can only be ensured in the future by a well-conducted ‘concert’ of all transport means. The vision of such ‘intermodality’ is based on flexible mobility systems with every transport means playing a specific and important role – though the mix can vary with respect to regional differences. Of course, consumers' clever changes from one transport mode to another need to be facilitated by appropriate infrastructure and technology.
If you want to join creating a future worth living, then go for sustainability by re-thinking your personal mobility habits. Your individual clever change is a small effort with a huge effect. Just try it out! The future really is your decision!
Whenever you choose the car to be the appropriate transport means at a time, use the ingenious Greener Driving tips on this website. These advanced driving techniques will offer you a new driving experience and a variety of great benefits

Ecodriving

Ecodriving – The Concept

Ecodriving means smarter and more fuel-efficient driving. Ecodriving represents a new driving culture that makes best use of advanced vehicle technologies, while improving road safety. An important component of sustainable mobility, Ecodriving considerably contributes to climate protection and pollution reduction. 
  


Ecodriving – The Benefits


Safety
  • Improve road safety  
  • Enhance driving skills


Environmental
  • Reduce greenhouse gas emissions (CO2) 
  • Fewer local air pollutants
  • Noise reduction
Financial
  • Save fuel / money (5-15% in the long-term) 
  • Lower vehicle maintenance costs
  • Reduce costs of accidents
Social
  • More responsible driving
  • Less stress while driving
  • Higher comfort for drivers and passengers