Thursday, February 20, 2014

Jokowi: Mau Murah Naik Metromini, Mau Pakai AC Naik BKTB

Posted: 05/02/2014 15:09

Jokowi: Mau Murah Naik Metromini, Mau Pakai AC Naik BKTB
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta : Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) jurusan Pantai Indah Kapuk-Monumen Nasional (Monas) mulai beroperasi. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meresmikan beroperasinya 18 unit BKTB di kawasan Waterboom Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara.


Bus itu akan melewati sejumlah halte seperti Pantai Mutiara, Gedong Panjang, Museum Fatahillah, Monas, dan Gambir. Jokowi mengimbau sopir Metromini atau angkutan lainnya tidak khawatir dengan kehadiran BKTB.

"BKTB ini tidak mungkin bertabrakan dengan Metromini karena pangsa pasarnya beda," ujarnya di kawasan Waterboom PIK, Jakarta Utara, Rabu (5/2/2014).
Selain itu, lanjut Jokowi, fasilitas dan pelayanannya juga berbeda. Begitu juga dengan tarif BKTB yang 2 kali lipat dari tarif Metromini. BKTB lebih ditujukan untuk warga kelas menengah atas, sehingga penumpang sendiri yang akan memilih menggunakan angkutan yang mana.
"Metromini Rp 3.000, BKTB Rp 6.000. Kalau mau murah naik Metromini, mau pakai AC naik BKTB," kata Jokowi.

Titik-titik pemberhentian BKTB 01 PIK-Monas ini di antarannya Fresh Market Pluit-Ruko Cordova-RS. PIK-Taman Suaka Margasatwa Angke-Jembatan Muara Angke-Green Bay-Pantai Mutiara-SMKN 54-Landmark-Pakin-Gedong Panjang-Museum Fatahillah-Kota-Harmoni-Monas-Balaikota-Gambir-Tugu Tani-Telkom.

Tarif tiket yang diterapkan untuk BKTB 01 adalah sebesar Rp 6.000 dan beroperasi selama 17 jam, dari pukul 05.00 WIB hingga 22.00 WIB. (Ado/Ism)

Monday, February 17, 2014

Lonjakan Penumpang Kereta, Polisi Yogya Siaga

TEMPO.COYogyakarta - Kepolisian Kota Besar Kota Yogyakarta menurunkan ratusan personel untuk mengamankan lonjakan penumpang di pusat-pusat transportasi setelah hujan abu Gunung Kelud.

”Pihak kereta api dan terminal meminta kami menyiagakan personel karena mulai ada lonjakan penumpang signifikanakibat bencana abu Kelud ini,” kata Kepala Kepolisian Kota Besar Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Polisi Slamet Santoso saat ditemui Tempo, Sabtu, 15 Februari 2014.

Slamet menambahkan, untuk Stasiun Tugu dan Lempuyangan, Yogyakarta, saat ini telah disiagakan masing-masing 30 orang di area stasiun. Sedangkan di Terminal Giwangan diturunkan 20 orang.

Dari laporan PT Kereta Api Indonesia kepada kepolisian per Jumat, 14 Februari 2014, lonjakan penumpang kereta setelah bencana abu Kelud ini naik mendekati 50 persen. “Ada 8.000 penumpang kereta dari rata-rata 5.000 penumpang tiap akhir pekan. Ini yang kami antisipasi, sisi keamanannya," kata dia.

Adapun mulai hari ini Terminal Induk Giwangan Yogyakarta terpantau mulai berangsur normal. “Sudah ada beberapa armada yang melayani pemberangkatan dari Yogya, tapi belum full semua,” kata petugas Terminal Giwangan, Kardiyono. Sejumlah armada yang melayani penumpang seperti bus-bus jurusan Yogya-Jawa Tengah. “Mungkin terminal juga masih dibersihkan dari abu,” kata Kardiyono.

Sedangkan Koordinator Paguyuban Bus Perkotaan Yogyakarta Benny Susanto menuturkan, mulai Sabtu ini, sejumlah armada sudah mulai melayani penumpang. “Tapi hanya 40 persen yang turun dari total 300 armada. Sebab, belum semua jalan bersih dan tak banyak penumpang juga seperti hari normal, hemat solar juga,” kata dia.

Sejumlah bus dalam kota yang melayani penumpang itu kebanyakan menghindari seputaran Malioboro. Meski patokan yang digunakan tetap jalur yang mengarah ke Malioboro, seperti jalur 4 A, 4 B, dan jalur 15. “Malioboro masih ditutup untuk pembersihan, jadi tidak kami lewati,” kata dia. 

Tuesday, February 4, 2014


How Are Agencies Making the Transportation System More Resilient?

Transportation authorities around the world are grappling with ways to deal with the effects of rising sea level and extreme weather events. These events are more frequent and intense, and often cause flooding and destruction of transportation infrastructure.
Two invited speakers at Volpe, The National Transportation Systems Center, provided valuable information for transportation professionals. Volpe's speaker series, Transportation System Resilience, Extreme Weather, and Climate Change brings together distinguished experts to discuss challenges, opportunities, and fresh approaches related to these pressing issues.

Dr. Klauis H. JacobDr. Klaus H. Jacob

Dr. Klaus H. Jacob, one of TIME Magazine’s People Who Mattered in 2012, spoke about his efforts to model the effects of a hypothetical coastal storm with a 100-year storm surge on New York City.
Hurricane Sandy, which struck the northeast in October 2012, was very similar to the storm Dr. Jacob modeled and caused nearly the same effects that he had predicted. As a result, New York public officials, aware of Dr. Jacob’s research, proactively shut down the subway system and erected barriers at some locations to mitigate some of the worst effects of flooding.
Dr. Jacob, a geophysicist and special research scientist at Columbia University, discussed his approach to modeling storm surge and transportation impacts, displaying many of the flood projection maps that were widely available in the popular media.
Key lessons learned from Dr. Jacob’s work are that it is possible to anticipate the effects of extreme weather events with a high level of fidelity, and through preparation, it is possible to mitigate some of the effects.
Dr. Jacob noted that officials within different transportation modes need to take into account sea level rise and climate change when developing strategic plans. His research indicates that sea level rise will accelerate by about six feet by the end of the century.
He argued that transportation systems need to be designed and retrofitted to be adaptively resilient. Until systems become adaptively resilient, robust operational emergency plans and temporary protection measures must be readied for use on very short notice.
“We cannot afford to do nothing,” Dr. Jacob said. He believes that the incurred economic losses resulting from future storms similar to Hurricane Sandy will be four to ten times greater than the costs of implementing transportation resiliency measures.