Regulasi Mobil Murah
vs Regulasi Bus Murah
Akhir Januari tinggal menghitung
hari. Namun bulan pertama di tahun 2013 ini, takkan mudah dilupakan orang. Hujan
tiap hari, telah membuat sebagian wilayah Jakarta dan daerah lainnya terendam
banjir. Segenap pengurus Organda menyampaikan keprihatinan mendalam atas
bencana alam ini. Mudah-mudahan, masyarakat umum dikuatkan dalam tiap bencana
yang dihadapi.
Kami, atas nama pengurus Organda,
juga menyatakan rasa prihatin bagi segenap anggota Organda yang tertimpa dampak
negatif dari banjir. Tidak sedikit anggota Organda, para pengemudi angkot, awak
bus, dan penjual tiket; yang kediamannya diterjang banjir. Banyak sekali
jaringan jalan yang digenangi air sehingga perusahaan transportasi merugi
akibat tak mampu beroperasi.
Di bulan Januari 2013 ini, terjadi
begitu banyak tukar pikiran, diskusi, dan perdebatan, terkait transportasi. Diperdebatkan
dan dicarikan solusi bersama tentang mass
rapid transit (MRT) Jakarta misalnya. Kemudian, entah bagaimana kajiannya,
tiba-tiba diputuskan Kopaja AC boleh melintas di jalur busway.
Beberapa minggu terakhir ini, ramai
pula diperdebatkan proyek pembangunan enam ruas tol dalam kota. Suara pro dan
kontra terus memenuhi ruang-ruang diskusi bagi di dunia nyata maupun dunia
maya.
Organda
pun telah menyerukan pandangannya bahwa pembangunan enam ruas tol—walau
menyediakan lajur khusus busway, telah mengingkari prinsip-prinsip urban
planning dan urban transport yang baik. Apalagi hingga hari ini, belum dipahami
bersama bagaimana pola operasi busway di enam ruas tol. Berapa jumlah bus yang
disediakan? Kapan target waktunya? Singkat kata, jangan sampai warga membeli
kucing di dalam karung!
Regulasi Baru
Ketika
Januari hampir usai, satu hal yang belum juga dituntaskan adalah recana diterbitkannya
regulasi mobil murah dan ramah lingkungan (Low Cost Green Car/ LCGC). Organda mendapat informasi, kabarnya regulasi
tersebut hanya menunggu tandatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Meski demikian, Organda berharap
dimundurkannya pengesahan regulasi LCGC lebih dikarenakan niat kuat untuk
memikirkan dengan matang produksi mobil jenis tersebut. Bukan sekedar masalah
birokrasi atau surat-menyurat belaka, atau sekedar menunggu tandatangan.
Mudah-mudahkan juga telah dipikirkan
langkah baru berupa infrastruktur baru untuk mengantisipasi proyeksi
pertambahan produksi 100.000 unit mobil murah per tahun atau produksi 273 unit
mobil baru per hari.
Memajukan dunia industri tentu saja
sungguh mulia, akan tetapi janganlah keuntungan yang direguk dunia industri
lebih sedikit dari persoalan yang ditimbulkan. Singkatnya, Organda juga berharap mudah-mudahan, segera dibangun
jalan-jalan baru untuk dilintasi mobil-mobil itu. Juga dibangun perparkiran
baru yang sanggup mengimbangi produksi 100.000 unit mobil murah dan produksi
1,1 juta unit mobil lainnya. Atau, marilah kita sama-sama menghabiskan waktu yang
tidak produktif di jalan raya.
Sungguh, sebenarnya kami
mengapresiasi produksi mobil LCGC yang akan memaksimalkan penggunaan komponen
lokal. Besar harapan kami, semoga meningkatkan daya serap atas tenaga kerja di
sektor industri otomotif.
Kami juga mendengar mobil
LCGC—terkecuali mobil listrik tentunya, dirancang untuk hanya mengonsumsi bahan
bakar beroktan tinggi alias non premium. Penghargaan tinggi, kami haturkan
untuk pemerintah yang secara bertahap mengurangi subsidi BBM. Dana yang
dihemat, tentunya dapat untuk membangun lebih banyak infrastruktur.
Yang kami ingin bicarakan dalam
kesempatan ini adalah, mengapa tidak sekalian dibuatkan regulasi terkait
pengadaan kendaraan bagi transportasi massal? Mengapa tidak disusun pula
insentif-insentif khusus bagi pengadaan bus atau truk? Mengapa tak ada regulasi
bus murah?
Dana yang di hemat untuk
lebih mendukung pergerakan mobilitas orang dan barang untuk mendukung rencana
pemerintah mencapai pertumbuhan 7% di tahun 2013 ini dengan membangun desain
rute transportasi umum massal dengan feeder yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, revitalisasi rute, revitalisasi perhitungan kebutuhan kendaraan,
serta peremajaan kendaraan umum yang sangat membutuhkan insentif yang selama
ini di terima oleh pengguna kendaraan pribadi, serta perusahaan otomotif.
Dari sudut pandang
filosofis, bila “green car” atau mobil hijau ditawari berbagai insentif dengan
tujuan agar lebih banyak terjual, mengapa insentif serupa tidak ditawarkan bagi
kendaraan seperti bus dan truk?
Harus dipahami bersama meskipun bus
atau truk belumlah disokong teknologi “green car” tetapi dengan volume
angkutnya yang massal akan didapat banyak keuntungan bagi negara. Pertama,
secara umum, lebih sedikit mengonsumsi bahan bakar per penumpang. Kedua, emisi
gas buang yang dihasilkan secara umum lebih sedikit dibandingkan penggunaan
kendaraan pribadi secara massif.
Menerbitkan regulasi pendukung
kendaraan yang menjalankan fungsi transportasi massal, berbarengan dengan
regulasi mobil LCGC, juga dapat memperlihatkan kepedulian pemerintah. Mengapa
demikian?
Pertama, pemerintah akan
memperlihatkan kepedulian terhadap masyarakat lapisan bawah yang benar-benar
membutuhkan transportasi massal. Kendaraan-kendaraan tersebut, juga diharapkan
dapat membantu meningkatkan perekonomian di daerah terpencil.
Kedua, mustahil membangun
transportasi massal yang handal di perkotaan, tanpa dukungan regulasi yang
dapat membantu revitalisasi angkutan umum. Sebab pengadaan kendaraan yang
terjangkau merupakan salah satu komponen untuk menyukseskan angkutan umum.
Ketiga, diterbitkannya regulasi
khusus yang memuat insentif bagi kendaraan-kendaraan yang digunakan bagi
transportasi umum akan mengirimkan sinyal positif bagi dunia internasional.
Yakni pemerintah Indonesia turut berjuang untuk menurunkan produksi emisi gas
buang, yang dapat memperpanjang umur bumi ini.
Sekian.
Ketua
Umum Organda,
Eka
Sari Lorena
No comments:
Post a Comment