Wednesday, January 22, 2014

Pengusaha Transportasi Merugi Rp 15 Miliar Per Hari di Pantura




    Terjangan air bah di sepanjang pantai utara Jawa Barat, telah menoreh kerugian bagi pengusaha transportasi baik pengusaha angkutan bus maupun pengusaha angkutan barang. Pemerintah harus berbuat sesuatu sebab bila tidak maka kerugian lebih besar justru dialami masyarakat sebagai konsumen akhir.

    "Tiap hari setidaknya melintas. 6000 unit angkutan komersial di pantura Jawa. Akibat banjir di Pantura terjadi penambahan biaya operasional dengan perhitungan tambahan biaya Rp. 2,5 juta / kendaraan per hari. Atau total ada kerugian Rp. 15 miliar / hari. Ini baru hitungan sederhana penambahan hari operasional dengan catatan tidak ada masalah tambahan lainnya seperti mogok akibat banjir, atau kecelakaan," kata Ketua Umum DPP Organda Eka Sari Lorena, Rabu (22/1) di Jakarta. 

    Menurut Eka, bila banjir di pantura seperti tahun lalu, maka total kerugian selama dua minggu dapat menyebabkan kerugian sektor transportasi darat lebih dari Rp 50 miliar / harinya. "Dalam hal ini yang paling dirugikan adalah masyarakat  yang akan kesulitan menerima kebutuhan barang karena transportasi terhambat sehingga barang menjadi mahal," kata Eka.

    Eka mengingatkan, tingginya biaya logistik akibat bencana banjir pasti menyebabkan inflasi tinggi. "Rakyat pun menderita karena sulitnya melakukan kegiatan mobilisasi yang amat dibutuhkan dalam menopang perekonomian masyarakat," ujar dia. 

    Revitalisasi infrastruktur transportasi, kata Eka, dengan demikian penting untuk segera direalisasikan pada tahun 2014 ini. Revitalisasi juga harus mempertimbangkan perubahan iklim yang terjadi. 

    Akibat perubahan iklim, antara lain telah menyebabkan Indonesia makin sering mengalami banjir. Biasanya, banjir besar terjadi lima tahun sekali tetapi kini menjadi setahun sekali. 

    Laporan dari Asian Development Bank (ADB), kata Eka, telah mengingatkan kita bahwa wilayah Pasifik akan menghadapi kerugian ekonomi yang serius akibat perubahan iklim. 

    "Laporan itu ada benarnya. Tahun 2014, Pantura mengalami banjir sepanjang 20 kilometer, padahal 70 persen pergerakan barang dan orang di Indonesia terpusat di pantura sebagai urat nadi transportasi kita," ujar dia.  

    Ruas Pamanukan yang terendam banjir misalnya, merupakan arus lalu lintas utama perdagangan beras dari lumbung-lumbung padi di kabupaten-kabupaten di pantura Jawa menuju Pasar Induk Cipinang. Sapi potong juga dibawa dari sentra-sentra peternakan di Jawa Tengah menuju Jakarta melalui jalur pantura. 

    Eka berpendapat, kerugian akibat banjir dapat diminimalkan dan terbantu apabila disiapkan strategi transportasi tidak normal (irregularities) baik di Jakarta ataupun di kota-kota lainnya. Hal sederhana misalnya, ada informasi dini (early warning system) sehingga truk atau bus tahu kondisi banjir terkini sehingga tak terjebak macet selama puluhan kilometer selama berjam-jam. 

      "Masalahnya, negara kita masih mengadopsi Sistem Pemadam. Kebakaran yaitu jika ada masalah baru sibuk mencari solusinya. Belum ada rencana preventif untuk melindungi mobilisasi barang dan orang yang sangat krusial," ujar dia.

    Eka berpendapat, idealnya, pola transportasi disusun berdasarkan analisa berkala. Efisiensi dan kesuksesan dari pola transportasi juga harus senantiasa diukur. Tentu para pemangku kepentingan di Jakarta dan wilayah sekitarnya sebagai area pengalihan, harus ikut serta menyusun pola tersebut. Yang terpenting, penyusunan pola dan strategi trasnporatsi harus transparan. Bukan hanya sekedar masyarakat harus mendukung tapi juga ada pembelajaran bagi masyarakat.

    Pola dan strategi transportasi atau mobilitas, kata Eka, idealnya dimulai di rumah, depo kendaraan, atau terminal. Jadi saat ada kondisi darurat, akan mudah mengkondisikannya. Contohnya, kendaraan dari kawasan tertentu dapat menginformasikan agar jangan membanjiri Pusat Kota yang dalam kondisi darurat seperti dalam keadaan banjir atau ada unjuk rasa.

DPP ORGANDA
Rabu, 22 Januari 2014

No comments:

Post a Comment