Tahun
2014 adalah tahun politik. Di tahun ini, kita akan ambil bagian menentukan
perjalanan bangsa ini ke depan, setidaknya dalam lima tahun ke depan. Janganlah
kita pasif atau memilih bersikap golput dalam pemilu. Justru, inilah saat kita
berperan memperbaiki kehidupan kita.
Salah satu hal yang perlu diperbaiki adalah, menyangkut transportasi darat yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan suatu Negara. Terlebih ironisnya, selama ini pemerintah kurang peka dalam menyikapi permasalahan mengenai transportasi darat. Pemerintah cenderung membuat kebijakan untuk mengatasi masalah dengan masalah. Salah satu contoh terkini adalah, kebijakan mobil murah yang justru dapat memperburuk kemacetan ketika transportasi massal tak terbangun.
Telah menjadi rahasia umum bahwa pembangunan transportasi darat di Indonesia dipengaruhi berbagai kepentingan. Inilah sisi politik dari kebijakan dalam pembangunan yang akhirnya sarat dengan konflik.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian dari rakyat sebagai pemilih. Jangan pilih kucing dalam karung, di tahun 2014 ini, dalam pemilihan presiden maupun legislatif, kita harus mampu memilih pemimpin yang membuat hidup kita nyaman setidaknya dalam lima tahun mendatang. Pilih pemimpin yang mampu mengurai kemacetan, cobloslah pemimpin yang mampu menyubsidi tarif angkutan supaya murah.
Bagaimana memilih pemimpin yang pro-transportasi umum itu? Ya, amatilah.
Pernahkah Para Pejabat atau calon presiden mendatang naik Angkutan Umum? Kapan terakhir capres kita naik Angkutan Umum dan untuk kepentingan apa? Pertanyaan-pertanyaan itu seharusnya ditanyakan kepada Para Calon Pemimpin menjelang pemilu nanti. Jangan lagi memilih Pemimpin yang hanya memberikan janji-janji surga tapi Pemimpin yang terlihat nyata memberikan kepedulian terhadap Angkutan Umum. Pemerintah yang akan datang memang harus dapat menunjukkan kepeduliannya mengenai masalah angkutan umum dari berbagai sisi, yaitu dari sisi pengguna dan pemilik angkutan umum.
Jangan lagi terulang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Di satu sisi, ketika resmi menaikkan harga BBM, pemerintah mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk berhemat mengonsumsi BBM bersubsidi, dan menghimbau untuk naik transportasi umum. Namun di sisi lain pemerintah tidak segera merevitalisasi Angkutan Umum, tapi justru mengembangkan produksi kendaraan bermotor roda empat, yaitu dengan dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/7/2013) tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangka, Low Cost Green Car (LCGC).
Untuk mendukung LCGC, parahnya Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi produksi mobil ramah lingkungan. Sehingga dengan diberlakukan peraturan itu, maka mobil dengan kapasitas di bawah 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 km per liter dapat dipasarkan tanpa PPnBM (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013). Hal ini berdampak semakin sulit pengguna kendaraan pribadi beralih ke Angkutan Umum.
Ringkasnya, belum terwujudnya komitmen bersama dalam membenahi kualitas pelayanan angkutan umum yang dituangkan dalam suatu rencana aksi yang terprogram dan diimplementasikan secara lebih koordinatif dan terpadu. Pada tahun 1982, didapat perbandingan persentase penggunaan kendaraan pribadi dibanding dengan penggunaan kendaraan umum adalah sebesar 48% : 52%. Sedangkan pada tahun 1995 penggunaan kendaraan pribadi menunjukkan kenaikan yaitu 61% : 39%. Bila 19 tahun yang lalu sudah mencapai persentase sebesar itu, tidak dapat dibayangkan persentase perbandingan pada tahun 2014 dengan adanya LCGC. Fakta pun membuktikan naiknya subsidi BBM. hingga Rp 336 triliun, dimana 25 persen BBM bersubsidi justru untuk. masyarakat menengah ke atas. Daya beli masyarakat memang meningkat, tapi justru terjadi defisit anggaran di pihak pemerintah.
Tegasnya, Pemimpin masa depan perlu mencermati permasalahan transportasi ini karena pemimpin yang sekarang belum dapat menyelesaikan masalah.
Solusi pemerintah bersifat top down sehingga tidak mampu untuk dieksekusi.Terbukti dengan kemacetan yang semakin parah sekarang ini.
Padahal bila transportasi dibenahi dan dikelola baik maka keuntungan juga dirasakan oleh sektor lain. Karena itu perlu adanya revitalisasi angkutan umum, termasuk revitalisasi infrastruktur transportasi, revitalisasi rute sebagai sumber pendapatan penting pengusaha dan revitalisasi insentif bunga peremajaan kendaraan guna usaha yang bekesinambungan / sustainable yang memang dibutuhkan untuk terciptanya transportasi umum yang manusiawi dan menjadi pilihan para pengguna jasa.
Dalam revitalisasi ini, Pemerintah perlu menggandeng ORGANDA dan para pelaku usaha transportasi darat, terutama dalam pembuatan regulasi. Undang-undang No. 22 tahun 2009 juga mensyaratkan bahwa layanan angkutan umum dilakukan oleh sebuah badan hukum.
Bila harus berbadan hukum, pertanyaannya adalah jenis badan usaha terbaik seperti apa? Yang terbaik adalah badan usaha yang didirikan oleh investasi swasta, atau hasil dari penggabungan dua atau lebih jenis angkutan umum yang selama ini telah beroperasi.
Kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan Pemerintah juga harus memperhatikan pemilik / pengusaha Angkutan Umum. Salah satunya terkait angkutan umum ilegal, yang sudah berlangsung cukup lama dan merugikan Pengusaha Angkutan Umum, namun belum ada tindakan tegas dari Pemda setempat. Pengoperasian angkutan umum ilegal tanpa didahului survey sehingga menggerus pendapatan angkutan umum resmi, dan tanpa berbagai perizinan, biaya operasi angkutan umum ilegal menjadi lebih murah sehingga kompetisi tidak sehat. Dampaknya semakin banyak bisnis angkutan umum resmi yang makin limbung.
Salah satu hal yang perlu diperbaiki adalah, menyangkut transportasi darat yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan suatu Negara. Terlebih ironisnya, selama ini pemerintah kurang peka dalam menyikapi permasalahan mengenai transportasi darat. Pemerintah cenderung membuat kebijakan untuk mengatasi masalah dengan masalah. Salah satu contoh terkini adalah, kebijakan mobil murah yang justru dapat memperburuk kemacetan ketika transportasi massal tak terbangun.
Telah menjadi rahasia umum bahwa pembangunan transportasi darat di Indonesia dipengaruhi berbagai kepentingan. Inilah sisi politik dari kebijakan dalam pembangunan yang akhirnya sarat dengan konflik.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian dari rakyat sebagai pemilih. Jangan pilih kucing dalam karung, di tahun 2014 ini, dalam pemilihan presiden maupun legislatif, kita harus mampu memilih pemimpin yang membuat hidup kita nyaman setidaknya dalam lima tahun mendatang. Pilih pemimpin yang mampu mengurai kemacetan, cobloslah pemimpin yang mampu menyubsidi tarif angkutan supaya murah.
Bagaimana memilih pemimpin yang pro-transportasi umum itu? Ya, amatilah.
Pernahkah Para Pejabat atau calon presiden mendatang naik Angkutan Umum? Kapan terakhir capres kita naik Angkutan Umum dan untuk kepentingan apa? Pertanyaan-pertanyaan itu seharusnya ditanyakan kepada Para Calon Pemimpin menjelang pemilu nanti. Jangan lagi memilih Pemimpin yang hanya memberikan janji-janji surga tapi Pemimpin yang terlihat nyata memberikan kepedulian terhadap Angkutan Umum. Pemerintah yang akan datang memang harus dapat menunjukkan kepeduliannya mengenai masalah angkutan umum dari berbagai sisi, yaitu dari sisi pengguna dan pemilik angkutan umum.
Jangan lagi terulang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Di satu sisi, ketika resmi menaikkan harga BBM, pemerintah mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk berhemat mengonsumsi BBM bersubsidi, dan menghimbau untuk naik transportasi umum. Namun di sisi lain pemerintah tidak segera merevitalisasi Angkutan Umum, tapi justru mengembangkan produksi kendaraan bermotor roda empat, yaitu dengan dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/7/2013) tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangka, Low Cost Green Car (LCGC).
Untuk mendukung LCGC, parahnya Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi produksi mobil ramah lingkungan. Sehingga dengan diberlakukan peraturan itu, maka mobil dengan kapasitas di bawah 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 km per liter dapat dipasarkan tanpa PPnBM (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013). Hal ini berdampak semakin sulit pengguna kendaraan pribadi beralih ke Angkutan Umum.
Ringkasnya, belum terwujudnya komitmen bersama dalam membenahi kualitas pelayanan angkutan umum yang dituangkan dalam suatu rencana aksi yang terprogram dan diimplementasikan secara lebih koordinatif dan terpadu. Pada tahun 1982, didapat perbandingan persentase penggunaan kendaraan pribadi dibanding dengan penggunaan kendaraan umum adalah sebesar 48% : 52%. Sedangkan pada tahun 1995 penggunaan kendaraan pribadi menunjukkan kenaikan yaitu 61% : 39%. Bila 19 tahun yang lalu sudah mencapai persentase sebesar itu, tidak dapat dibayangkan persentase perbandingan pada tahun 2014 dengan adanya LCGC. Fakta pun membuktikan naiknya subsidi BBM. hingga Rp 336 triliun, dimana 25 persen BBM bersubsidi justru untuk. masyarakat menengah ke atas. Daya beli masyarakat memang meningkat, tapi justru terjadi defisit anggaran di pihak pemerintah.
Tegasnya, Pemimpin masa depan perlu mencermati permasalahan transportasi ini karena pemimpin yang sekarang belum dapat menyelesaikan masalah.
Solusi pemerintah bersifat top down sehingga tidak mampu untuk dieksekusi.Terbukti dengan kemacetan yang semakin parah sekarang ini.
Padahal bila transportasi dibenahi dan dikelola baik maka keuntungan juga dirasakan oleh sektor lain. Karena itu perlu adanya revitalisasi angkutan umum, termasuk revitalisasi infrastruktur transportasi, revitalisasi rute sebagai sumber pendapatan penting pengusaha dan revitalisasi insentif bunga peremajaan kendaraan guna usaha yang bekesinambungan / sustainable yang memang dibutuhkan untuk terciptanya transportasi umum yang manusiawi dan menjadi pilihan para pengguna jasa.
Dalam revitalisasi ini, Pemerintah perlu menggandeng ORGANDA dan para pelaku usaha transportasi darat, terutama dalam pembuatan regulasi. Undang-undang No. 22 tahun 2009 juga mensyaratkan bahwa layanan angkutan umum dilakukan oleh sebuah badan hukum.
Bila harus berbadan hukum, pertanyaannya adalah jenis badan usaha terbaik seperti apa? Yang terbaik adalah badan usaha yang didirikan oleh investasi swasta, atau hasil dari penggabungan dua atau lebih jenis angkutan umum yang selama ini telah beroperasi.
Kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan Pemerintah juga harus memperhatikan pemilik / pengusaha Angkutan Umum. Salah satunya terkait angkutan umum ilegal, yang sudah berlangsung cukup lama dan merugikan Pengusaha Angkutan Umum, namun belum ada tindakan tegas dari Pemda setempat. Pengoperasian angkutan umum ilegal tanpa didahului survey sehingga menggerus pendapatan angkutan umum resmi, dan tanpa berbagai perizinan, biaya operasi angkutan umum ilegal menjadi lebih murah sehingga kompetisi tidak sehat. Dampaknya semakin banyak bisnis angkutan umum resmi yang makin limbung.
Dukungan telah diberikan oleh Menteri Perhubungan
E.E Mangidaan pada MUKERNAS III ORGANDA bahwa akan ditertibkan angkutan umum ilegal
dan pemberian insentif bagi Angkutan Umum.
Kini bukan saatnya saling menyalahkan atau menuntut siapa yang harus bertanggung jawab, tetapi sebaiknya bersama-sama untuk mengubah semuanya. Sekiranya Pemerintah dan para Stake holder yang terkait dan mememiliki kewenangan dalam sektor transportasi, mau bersama-sama dan tidak egois dalam pembenahan transportasi darat di Indonesia, maka pasti Indonesia akan lebih kompetitif dan pengentasan kemiskinan dapat terealisasi.
Kini bukan saatnya saling menyalahkan atau menuntut siapa yang harus bertanggung jawab, tetapi sebaiknya bersama-sama untuk mengubah semuanya. Sekiranya Pemerintah dan para Stake holder yang terkait dan mememiliki kewenangan dalam sektor transportasi, mau bersama-sama dan tidak egois dalam pembenahan transportasi darat di Indonesia, maka pasti Indonesia akan lebih kompetitif dan pengentasan kemiskinan dapat terealisasi.
DPP
ORGANDA
Rabu,
22 Januari 2014
No comments:
Post a Comment